Rational Emotive Therapy (RET)

RET dikembangkan oleh seorang eksistensialis Albert Ellis pada tahun 1962. RET yang menolak pandangan aliran psikoanalisis berpandangan bahwa peristiwa dan pengalaman individu menyebabkan gangguan emosional. Menurut Ellis bukanlah pengalaman atau peristiwa eksternal yang menimbulkan emosional, akan tetapi tergantung kepada pengertian yang diberikan terhadap peristiwa atau pengalaman itu. Gangguan emosi terjadi disebabkan pikiran-pikiran seorang yang bersifat irrasional terhadap peristiwa dan pengalaman yang dilaluinya.
Konsep dasar RET yang dikembangkan oleh Albert Ellis adalah sebagai berikut:
1. Pemikiran manusia adalah penyebab dasar dari gangguan emosional.
2. Manusia mempunyai potensi pemikiran rasional dan irrasional.
3. Pemikiran irrasional bersumber pada disposisi biologis lewat pengalaman masa kecil dan pengaruh budaya.
4. Pemikiran dan emosi tidak dapat dipisahkan.
5. Berpikir logis dan tidak logis dilakukan dengan simbol-simbol bahara.
6. Pada diri manusia sering terjadi Self-verbalization. Yaitu mengatakan sesuatu terus-menerus kepada dirinya.
7. Pemikiran tak logis-irrasional dapat dikembalikan kepada pemikiran logis dengan reorganisasi persepsi.

1. Tujuan Terapi
RET bertujuan untuk memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan klien yang irrasional menjadi rasional, sehingga ia dapat mengembangkan diri dan mencapai realisasi diri yang optimal. Menghilangkan gangguan emosional yang dapat merusak diri seperti: benci, rasa takut, rasa bersalah, cemas, was-was, marah.
2. Proses Terapi (Konseling)
1. Konselor berusaha menunjukan klien kesulitan yang dihadapi sangat berhubungan dengan keyakinan irrasional, dan menunjukan bagaimana klien harus bersikap rasional dan mampu memisahkan keyakinan irrasional dengan rasional.
2. Setelah lien menyadari gangguan emosi yang bersumber dari pemikiran irrasional, maka konselor men unjukan pemikiran klien yang irrasional, serta klien berusaha mengubah kepada keyakinan menjadi rasional.
3. Konselor berusaha agar klien menghindarkan diri dari ide-ide irrasionalnya, dan konselor berusaha menghubungkan antara ide tersebut dengan proses penyalahan dan perusakan diri.
4. Proses terakhir konseling adalah konselor berusaha menantang klien untuk mengembangkan filosofis kehidupan yang irrasional dan fiktif.
5. Beberapa komponen penting dalam prilaku irrasional dapat dijelaskan dengan simbol-simbol berkut:
A= Activating event atau peristiwa yang menggerakan individu.
iB= Irrational Belief, keyakinan irrasional terhadap A.
iC= Irrational Consequences, konsekuensi dari pemikiran irrasional terhadap emosi, melalui self-verbalization.
D= Dispute irrasional belief, keyakinan yang saling bertentangan.
CE= Cognitive Effect, efek kognitif yang terjadi karena perentangan dalam keyakinan irrasional.
BE= Behavioral Effect, terjadi perubahan prilaku karena keyakinan irrasional.

3. Teknik-Teknik Konseling

Berikut ini beberapa teknik konseling RET yang dapat diikuti, antara lain adalah teknik yang berusaha menghilangkan gangguan emosional yang merusak diri (berdasarkan emotive experiential) yang terdiri atas:
1. anniAssertive training. Yaitu melatih dan membiasakan klien terus-menerus menyesuaikan diri dengan prilaku tertentu yang diinginkan.
2. Sosiodarma. Yaitu semacam sandiwara pendek tentang masalah kehidupan social.
3. Self modeling. Yaitu teknik yang bertujuan menghilangkan prilaku tertentu, dimana konselor menjadi model dank lien berjanji akan mengikuti.
4. Social modeling. Yaitu membentuk prilaku baru melalui model social denag cara imitasi, observasi.
5. Teknik reinforcement. Yaitu memberi reward terhadap perilaku rasional atau memperkuatnya (reinforce).
6. Desensitisasi sistematik
7. Relaxation.
8. Self-control. Yaitu dengan mengontrol diri.
9. Diskusi.
10. Simulasi, dengan bermain peran antara konselor dengan klien .
11. Homework assignment ( metode tugas).
12. Bibliografi (member bahan bacaan).

Logo Therapy Frankl

Terapi logo (logo Therapy) dikembangkan oleh Frankl tahun 1938 ketika ia menjadi tawanan di kamp Nazi bersama tawanan Yahudi lainnya.
Makna hidup itu harus dicari oleh manusia. Didalam makna tersebut tersimpan nilai-nilai yaitu: (1). Nilai kreatif, (2) nilai pengalaman, (3) nilai sikap.
1. Tujuan Terapi
Terapi logo bertujuan agar dalam masalah yang dihadapi klien, dia bisa menemukan makna dari penderitaan dan kehidupan serta cinta. Dengan penemuan itu klien akan dapat membantu dirinya sehingga bebas dari masalah tersebut.
2. Teknik Konseling
Teknik logo masih menginduk kepada aliran psikoanalisis, akan tetapi menganut paham aliran eksistesialisme. Mengenai teknik konseling, digunakan semua teknik yang dikira sesuai dengan kasus yang dihadapi.

Terapi Behavioral

Terapi behavioral berasal dari dua arah konsep yakni Pavlovian dari Ivan Pavlov dan B.F. Skinner. Mula-mula terapi ini dikembangkan oleh Wolpe (1985) untuk menanggulangi (treatment) neurosis. Dasar teori Behavioral adalah bahwa prilaku dapat dipahami sebagai hasil kombinasi: (1). Belajar waktu lalu dalam hubungannya dengan keadaan yang serupa; (2). Keadaan motivasional sekarang dan efeknya terhadap kepekaan terhadap lingkungan; (3). Perbedaan-perbedaan biologik baik secara genetik atau karena gangguan fisiologik.
Para konselor behavioral memandang kelainan prilaku sebagai kebiasaan yang dipelajari. Karena itu dapat diubah dengan mangganti situasi positif yang direkayasa sehingga kelainan prilaku berubah menjadi positif.
1. Tujuan Konseling
Tujuan konseling behavioral adalah untuk membantu klien membuang respon-respon yang lama yang merusak diri, dan mempelajari respon-respon yang baru yang lebih sehat. Sedangkan tujuan terapi behavioral adalah untuk memperoleh prilaku baru, mengeleminasi prilaku yang maladatif dan memperkuat serta mempertahankan prilaku yang diinginkan.
2. Hubungan Klien dan Konselor
Dalam hubungan konselor dengan klien ada beberapa hal yang harus dilakukan:
1. konselor memahami dan menerima klien.
2. keduanya bekerjasama.
3. konselor memberikan bantuan dalam arah yang diinginkan klien.

3. Teknik-teknik Konseling
Didalam kegiatan konseling behavioral (prilaku), tidak ada suatu teknik konselingpun yang selalu harus digunakan, akan tetapi teknik yang dirasa kurang baik dieliminasi dan diganti dengan teknik yang baru. Berikut ini dikemukakan beberapa teknik konseling behavioral.
1. Desensitisasi sitematik (systematic desensitization)
Teknik ini dikemukakan oleh Wolpe yang mengatakan bahwa semua prilaku neurotic adalah ekspresi dan kecemasan.
Teknik desensitisasi sistematik bermaksud mengajar klien untuk memberikan respon yang tidak konsisten dengan kecemasan yang dialami klien. Teknik ini tidak dapat berjalan tanpa teknik relaksasi. Didalam konseling itu klien dajar untuk santai dan menghubungkan keadaan santai itu dengan membayangkan pengalaman-pengalaman yang mencemaskan, menggusarkan, atau mengecewakan. Situasi yang disusun secara sistematis dai yang kurang mencemaskan hingga yang paling mencemaskan.

2. Assertive training
Assertive training, merupakan teknik dalam konseling behavioral yang menitikberatkan pada kasus yang mengalami kesulitan dalam perasaan yang tidak dalam menyatakannya. Sebagai contoh ingin marah, tapi berespon manis.
Assertive training adalah suatu teknik untuk membantu klien dalam hal-hal berikut:
a. Tidak dapat menyatakan kemarahan atau kejengkelannya.
b. Mereka yang sopan berlebihan dan membiarkan orang lain mengambil keuntungan dari padanya.
c. Mereka yang mengalami kesulitan dalm berkata “tidak”.
d. Mereka yang sukar menyatakan cinta dan respon positif lainnya.
e. Mereka yang merasakan tidak punya hak untuk menyatakan pendapat dan pikirannya.

3. Aversion therapy
Teknik ini bertujuan untuk menghukum prilaku negative dan memperkuat perilaku positif.
4. Home-work
Yaitu suatu latihan rumah bagi klien yang kurang mampu menyesuaikan diri terhadap situasi tertentu.

Terapi Gestalt

Terapi ini dikembangkan oleh Frederick S. Pearl (1894-1970) yang didasari oleh empat aliran yakni psikoanalisis, fenomenologis, dan eksistensialisme sera psikologi gestalt.
Pertentangan antara keberadaan social dengan biologis merupakan konsep dasar Terapi Gestalt.
1. Tujuan Konseling
Menurut Teori Gestalt tujuan konseling adalah membantu klien menjadi individu yang merdeka dan berdiri sendiri.
2. Landasan Bagi Proses Konseling
Proses konseling mengikuti lima hal yang penting sebagai berikut:
1. Permulaan (patterning).
2. Pengawasan (control).
3. Potensi.
4. Kemanusiaan.
5. Kpercayaan.

3. Proses: Perubahan Prilaku Klien

1. Transisi, yaitu keadaan klien dari selalu ingi dibantu oleh lingkungan kepada keadaan berdiri sendiri.
2. Avoidance dan Unfinished Business, yang termasuk Unfinished Business ialah emosi-emosi, peristiwa-peristiwa, pemikiran-pemikiran, yang terlambat dikemukakan klien. Avoidance adalah segala sesuatu yang digunakan klien untuk lari dari Unfinished Business.
3. Impasse, yaitu individu atau konseling yang bingung, kecewa, terhambat.
4. Here and Now, yaitu penanganan adalah disini dan masa kini.

4. Proses dan Fase Konseling
1. Fase I. Membentuk pola pertemuan terapeutik agar terjadi situasi yang memungkinkan perubahan prilaku klien.
2. Fase II. Pengawasan, yaitu usaha konselor untuk meyakinkan klien untuk mengikuti prosedur konseling.
3. Fase III. Mendorong klien untuk mengungkapkan perasaan-perasaan dan kecemasannya.
4. Fase IV (terakhir). Setelah terjadi pemahaman diri maka pada fase ini klien harus sudah memilki kepribadian yang integral.

Terapi Terpusat Pada Klien

Clien-Centered Therapy sering juga disebut psikoterapi Non-Directive adalah suatu metode perawatan psikis yang dilakukan dengan cara berdialog antara konselor dengan klien, agar tercapai gambaran yang serasi antara ideal self (diri klien yang ideal) dengan actual self (diri klien dengan kenyataan yang sebenarnya). Ciri-ciri terapi ini adalah:
a. Ditujukan kepada klien yang sanggup memecahkan masalahnya agar tercapai kepribadian klien yang terpadu;
b. Sasaran konseling adalah aspek emosi dan perasaan (feeling), bukan segi intelektualnya;
c. Titik tolak konseling adalah keadaan individu termasuk kondisi social-psikologis masa kini (here and now), dan bukan pengalaman masa lalu;
d. Proses konseling bertujuan untuk menyesuaikan antara ideal-self dengan actual-self;
e. Peranan yang aktif dalam konseling dipegang oleh klien, sedangkan konselor adalah pasif-relektif, artinya tidak semata-mata diam dan pasif akan tetapi berusaha membantu agar klien aktif memecahkan masalahnya.

1. Tujuan Konseling
Terapi terpusat pada klien yang dikembangkan oleh Carl Ransom Rogers tahun 1942 bertujuan untuk membina kepribadian klien secara integral, berdiri sendiri, dan mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalahnya sendiri.
2. Proses Konseling
Tahap-tahap konseling Terapi Terpusat Pada Klien:
1. Klien datang pada konselor atas kemauannya sendiri.
2. Situasi konseling sejak awal harus menjadi tanggung jawab klien, untuk itu konselor menyadarkan klien.
3. Konselor memberanikan klien agar ia mampu mengemukakan perasaannya.
4. Konselor menerima perasaan klien serta memahaminya.
5. Konselor berusaha agar klien dapat memahami dan menerima keadaan dirinya.
6. Klien menentukan pilihan sikap dan tindakan yang akan diambil.
7. Klien merealisasikan pilihannya itu.

3. Teknik Konseling
Penekanan masalah ini adalah dalam hal filosofis dan sikap konselor ketimbang teknik. Dan mengutamakan hubungan konseling ketimbang perkataan dan perbuatan konselor.

Pendekatan Psikoanalisis

1. Pengertian Psikoanalisis

Aliran Psikoanalisis dipelopori oleh Sigmund Frued (1896). Ia mengemukakan pandangannya bahwa struktur kejiwaan manusia sebagian besar terdiri dari alam ketaksadaran.
Pengertian Psikoanalisis mencakup tiga aspek :

(1) sebagai metode penelitian proses-proses psikis
(2) sebagai suatu teknik untuk mengobati gangguan-gangguan psikis
(3) sebagai Teori Kepribadian.

Psikoanalisis mempunyai beberapa prinsip yaitu:
1. Prinsip konstansi
2. Prinsip kesenangan
3. Prinsip realitas
1. Dinamika Kepribadian

Struktur kepribadian menurut Frued terdiri dari id, ego, dan super ego. Frued menyebutkan bahwa id adalah sistem orisinil kepribadian yang berfungsi untuk menghindarkan ketakenakan untuk mendapatkan kenikmatan. Id sebagai titik temu energi tubuh dengan kepribadian. Id mengandung insting yang mendinamiskan kepribadian.

Akan diuraikan lebih jauh mengenai insting dan kecemasan.

a. Insting
Insting adalah suatu pernyataan psikologis dari suatu sumber perangsang somatic (badaniah) yang dibawa sejak lahir. Frued mengelompokkan insting menjadi dua jenis yaitu: (1) insting hidup, dan; (2) insting mati.
b. Kecemasan
Frued mengemukakan tiga kecemasan yaitu:
1. Kecemasan realitas, yaitu takut akan bahaya yang dating dari luar; cemas atau takut jenis ini bersumber dari ego.
2. Kecemasan neurotis, yakni kecemasan yang bersumber dari id, kalau-kalau insting tidak dapat dikendalikan sehingga menyebabkan orang berbuat sesuatu yang dapat dihukum.
3. Kecemasan moral, yang bersumber pada sumber ego, kecemasan ini dinamakan juga kecemasan kata hati.

2. Proses Konseling

Garis-garis besar proses konseling psikoanlisis:

a. Tujuan Konseling
Tujuan konseling aliran psikoanalisis adalah untuk membentuk kembali struktur kepribadian klien dengan jalan mengembalikan hal yamg tak disadari menjadi sadar kembali.
b. Fungsi Konselor
Fungsi konselor adalah memperepat proses penyadaran hal-hal yang tersimpan dalam ketaksadaran klien yang dilindungi dengan cara transferensi itu.
c. Proses Konseling
Secara sistematis proses konseling yang dikemukakan dalam urutan fase-fase konseling dapat diikuti berikut ini:
1. Membina hubungan konseling yang terjadi pada tahap awal konseling.
2. Tahap krisis bagi klien yaitu kesukaran dalam mengemukakan masalahnya, dan melakukan transferensi.
3. Tilikan terhadap masa lalu klien terutama pada masa kanak-kanaknya.
4. Pengembangan resistensi untuk pemahaman diri.
5. Pengembangan hubungan transferensi klien dengan konselor.
6. Melanjutkan lagi hal-hal yang resistensi.
7. Menutup wawancara konseling.

3. Teknik Konseling

Ada lima teknik dasar dari konseling psikoanalisis yaitu:
1. Asosiasi Bebas
Yaitu klien diupayakan untuk menjernihkan atau mengikis alam pikirannya dari alam pengalaman dan pemikirannya sehari-hari, sehingga klien mudah mengungkapkan pengalaman masa lalunya.
2. Interpretasi
Yaitu teknik yang digunakan oleh konselor untuk menganalisis asosiasi bebas, mimpi, resistensi, dan transferensi klien.
3. Analisis Mimpi
Yaitu suatu teknik untuk membuka hal-hal yang tak disadari dan memberi kesempatan klien untuk menilik masalah-masalah yang belum terpecahkan.
4. Analisis Resistensi
Analisis resistensi ditujukan untuk menyadarkan klien terhadap alasan-alasan terjadinya resistensi.
5. Analisis Transferensi
Konselor mengusahakan agar klien mengembangkan transferensinya agar terungkap neurosisnya terutama pada usia selama lima tahun pertama hidupnya.